Hubungan Industrial, Tonggak Kemajuan Industri Dalam Negeri.
Hubungan
Industrial, Tonggak Kemajuan Industri Dalam Negeri.
*Oleh:
Sidnan Atrasina Adzhani
Industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi
menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan industri. Dengan demikian, industri merupakan
bagian dari proses produksi. Sementara Hubungan adalah kesinambungan interaksi
antara dua orang atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu akan yang
lain. Hubungan terjadi dalam setiap proses kehidupan manusia. Hubungan dapat
dibedakan menjadi hubungan dengan teman sebaya, orangtua, keluarga, dan
lingkungan social
Dalam konteks hubungan industrial, yang
dimaksud hubungan adalah antara semua pihak yang tersangkut atau berkepentingan
atas proses produksi atau pelayanan jasa dalam suatu perusahaan. Di dalamnya
terlibat berbagai aspek perusahaan baik dari pemilik modal, supplier, manajemen
perusahaan itu sendiri, karyawan perusahaan bahkan hingga konsumen produk
perusahaan. Pemerintah pun memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung
atas perkembangan suatu perusahaan, karena dengan berkembangnya industri dalam
negeri maka akan meningkat pula perekonomian dalam negeri.
Pelaksanaan hubungan industrial di
Indonesia dinilai masih kurang baik, karena banyak kasus yang sudah ada sejak
dulu mengenai berbagai macam perselisihan maupun berbagai kendala perusahaan
yang berdampak pada proses produksi dan efektifitas kerja yang dilakukan.
Banyak konflik yang terjadi antara pihak perusahaan dan karyawan yang bekerja.
Mulai dari masalah kebijakan, upah, dan hak hak buruh yang tidak terpenuhi.
Oleh karena itu, artikel ini dibuat agar kita menyadari bahwa dengan
meningkatnya efektifitas dan hubungan industrial yang terjalin dengan baik,
maka akan secara simultan akan meningkatkan kemajuan industri di Indonesia. Hubungan
industrial yang baik akan mendorong terciptanya ketenangan berusaha yang
akhirnya berimbas pada peningkatan produksi dan produktivitas kerja.
Hubungan Industrial dapat diartikan
sebagai upaya atau langkah-langkah dari pekerja/serikat pekerja/serikat buruh
dalam melakukan interaksi baik di tingkat perusahaan atau masyarakat untuk
memperjuangkan persyaratan dan kondisi kerja. Tujuan Hubungan Industrial adalah:
1. Memperbaiki/meningkatkan persyaratan
kerja, keadaan ekonomi serta status sosial kaum pekerja dan keluarganya,
2. Tercapainya industrial yang harmonis
melalui kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk menjamin kesejahteraan
pekerja dan pertumbuhan ekonomi dari perusahaan dan negara,
3. Ikut serta ambil bagian dalam proses
pengambilan keputusan secara nasional melalui lembaga tripartit.
Sarana Hubungan Industrial:
1. Perjanjian Kerja Bersama (PKB),
2. Lembaga kerjasama Bipartit,
3. Lembaga kerjasama Tripartit.
Utamanya untuk menangani masalah keluh
kesah dan masalah perselisihan. Adapun masalah-masalah yang timbul dalam
Hubungan Industrial dibagi menjadi:
Masalah pekerja meliputi :
a. Belum berfungsinya serikat pekerja
sebagai bargaining institution yang demokratis, mandiri, bebas, professional
dan bertanggung jawab sesuai konvensi ILO no 87 tentang kebebasan berserikat
dan perlindungan terhadap organisasi,
b. Kecenderungan serikat pekerja sebagai
organisasi politik daripada organisasi ekonomi akibat sejarah perkembangannya
dimasa lalu,
c. Kentalnya campur tangan organisasi
politik dan pemerintah terhadap serikat pekerja, d. Mayoritas pekerja masih
belum menjadi anggota serikat pekerja,
e. Ketidak percayaan pekerja kepada
serikat pekerja mengundang tumbuhnya LBH/LSM dalam membela pekerja,
f. Mayoritas pekerja yang berpendidikan
rendah menimbulkan masalah dalam kepemimpinan organisasi,
g. Minimnya dana organisasi dari anggota
membuat serikat pekerja tidak kuat dan bergantung kepada pihak luar,
h. Keberadaan serikat pekerja
internasional berdampak terhadap serikat pekerja nasional.
Masalah perusahaan meliputi:
a. Beragamnya asal pengusaha (pribumi,
WNI, WNA) berdampak terhadap karakteristik motivasi dan sistim managemen
perusahaan,
b. Para pengusaha merasa dibutuhkan oleh
pemerintah dalam rangka pembangunan ekonomi nasional. Berbagai fasilitas dan
perlindungan diberikan pemerintah untuk menarik investasi,
c. Keenganan pengusaha untuk melaksanakan
kemitraan sejajar dengan serikat pekerja sehingga hubungan industrial tidak
berjalan baik,
d. Masih banyak pengusaha yang belum
memberikan upah dan kesejahteraan yang layak kepada para pekerjanya,
e. Adanya kecenderungan untuk tidak
menerima keberadaan serikat pekerja.
Masalah pemerintah meliputi:
a. kebijaksanaan dibidang ketenagakerjaan
masih menggunakan pendekatan keamanan dan lebih berpihak kepada pengusaha,
b. Perundang-undangan yang ada belum
secara sempurna menjamin hak-hak pekerja secara normatif,
c. Kurangnya aparat Dinas Tenaga Kerja
untuk mengawasi pelaksanaan peraturan pemerintah dibidang ketenagakerjaan,
d. Belum berfungsinya lembaga Bipartit dan
Tripartit dan masih sangat sedikitnya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di
perusahaan-perusahaan,
e. Sistem ekonomi yang dijalankan
pemerintah selama ini melahirkan konglomerasi, monopoli dan kolusi yang
berakibat terjadinya kesenjangan dan kecemburuan sosial serta ekonomi biaya
tinggi,
f. Tingkat pengangguran yang tinggi,
membutuhkan terciptanya lapangan kerja dan investasi,
g. Kebijakan investasi cenderung menekan
hak-hak pekerja dan menciptakan persaingan yang tidak sehat diantara negara
berkembang.
Maslah global meliputi:
a. Era globalisasi melahirkan perdangangan
bebas dan privatisasi dan makin berkurangnya campur tangan pemerintah dalam
kegiatan ekonomi dan berkurangnya subsidi pemerintah kepada masyarakat,
persaingan yang makin ketat memerlukan peningkatan efisiensi dan produktivitas,
b. Era globalisasi memungkinkan masuknya
informasi serta pengaruh sosial budaya dari luar yang berpengaruh terhadap
masyarakat kita termasuk pekerja,
c. Adanya tekanan internasional yang
meningkatkan massalah perdagangan dan investasi dengan hak-hak pekerja (HAM)
serta masalah lingkungan hidup,
d. Perdagangan bebas memerlukan adanya
klausul sosial agar meningkatnya pendapatan akan bermanfaat terhadap semua
masyarakat.
Jadi untuk mencapai Hubungan Industrial
yang harmonis berdasarkan kemitraan diperlukan adanya:
a. Forum komunikasi dan konsultasi secara
Bipartit khususnya pada tingkat perusahaan, b. PKB antara serikat pekerja dan
perusahaan sebagai sarana negosiasi,
c. Lembaga Tripartit sektor industri pada
tingkat daerah dan nasional untuk memecahkan masalah yang bersifat lebih makro,
d. Keterwakilan yang representative dan
proporsional pada kelembagaan Bipartit/Tripartit pada semua tingkatan,
e. Adanya lembaga yang menangani masalah
perselisihan perburuhan yang independen dan profesioanal untuk penyelesaian
yang adil.
Mungkin dalam melaksanakan bipartit akan
sulit karena tidak semua serikat pekerja mempunyai kapasitas yang sama dan
berimbang dengan management serta disisi lain management masih sering ingin
mempermainkan aturan yang semestinya mereka taati.
Pasal 103 UU Ketenagakerjaan mengatur
bentuk-bentuk sarana hubungan industrial adalah:
1. Serikat pekerja/serikat buruh
Serikat pekerja/serikat buruh adalah
organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan
maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis
dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
2. Organisasi pengusaha
Sama halnya dengan pekerja, para pengusaha
juga mempunyai hak dan kebebasan untuk membentuk atau menjadi anggota
organisasi atau asosiasi pengusaha. Asosiasi pengusaha sebagai organisasi atau
perhimpunan wakil pimpinan perusahaan-perusahaan merupakan mitra kerja serikat
pekerja dan Pemerintah dalam penanganan masalah-masalah ketenagakerjaan dan
hubungan industrial. Asosiasi pengusaha dapat dibentuk menurut sektor industri
atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal sampai ke tingkat kabupaten,
propinsi hingga tingkat pusat atau tingkat nasional.
3. Lembaga kerja sama bipartit
Lembaga kerja sama bipartit adalah forum
komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan
industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan
serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh. Setiap perusahaan
yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib
membentuk lembaga kerja sama bipartit.
4. Lembaga kerja sama tripartit
Lembaga kerja sama tripartit adalah forum
komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang
anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat
buruh dan pemerintah. Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari:
Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional,
Provinsi dan Kabupataen/Kota; dan
Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral
Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Peraturan perusahaan;
Peraturan perusahaan adalah peraturan yang
dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata
tertib perusahaan. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang
mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
5. Perjanjian kerja bersama
Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian
yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau
beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa
pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban kedua belah pihak.
6. Peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan
Peraturan-perundangan ketenagakerjaan pada
dasarnya mencakup ketentuan sebelum bekerja, selama bekerja dan sesudah
bekerja. Peraturan selama bekerja mencakup ketentuan jam kerja dan istirahat,
pengupahan, perlindungan, penyelesaian perselisihan industrial dan lain-lain.
7. Lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial
Perselisihan hubungan industrial
diharapkan dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit, Dalam hal
perundingan bipartit gagal, maka penyelesaian dilakukan melalui mekanisme
mediasi atau konsiliasi. Bila mediasi dan konsiliasi gagal, maka perselisihan
hubungan industrial dapat dimintakan untuk diselesaikan di Pengadilan Hubungan
Industrial.
Dalam hubungan industrial terdapat dua
azas yaitu :
1. Equality before the law yaitu bahwa
setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum yang berarti walaupun
secara kedudukan pengusaha/pemberi kerja lebih tinggi dari pekerja/penerima
kerja tetapi secara hukum kedudukannya adalah sama.
2. Equality and equity yaitu
hubungan industrial dapat tercipta bila dilandasi azas kesetaraan dan keadilan,
kesetaraan disini berarti kedudukan yang setara antara pengusaha dan pekerja
yang diwakili oleh serikat pekerjanya dan keadilan dalam hal pengaturan dan
pelaksanaan hak dan kewajiban.
Salah satu contoh dalam penerapan dua azas
diatas adalah Perundingan PKB. Dalam perundingan PKB kedua belah pihak
mempunyai bargaining power yang sama dan PKB sah bila ditanda tangani kedua
belah pihak, kedua belah pihak harus tunduk terhadap isi PKB yang telah
disepakati dan ditandatangani bersama, karena kesepakatan adalah UU bagi yang
membuatnya dan pengaturan hak serta keadilan para pihak di PKB adalah cermin
dari keadilan.
Salah satu kunci keberhasilan dalam
menciptakan hubungan industrial adalah komunikasi yang efektif karena 95%
masalah hubungan industrial adalah karena mampetnya komunikasi, miskomunikasi,
salah persepsi dll. Karena baik pengusaha ataupun serikat pekerja dapat
mengetahui dinamika denyut nadi keadaan perusahaan sehingga dapat menjelaskan
kondisi riil perusahaan.
Ada beberapa prinsip kemitraan dalam
hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja yaitu : 1. Partner in
production dimana pengusaha menyediakan lahan fasilitas, material dan modal
sedangkan pekerja menyedia kan pikiran dan tenaga untuk berproduksi, prinsip
kemitraan ini biasanya dapat dilakukan dengan baik. 2. Partner is responsiblity
yaitu pengusaha maupun pekerja memiliki tanggung jawab untuk merealisasikan
tujuan bersama seperti perusahaan yang tumbuh dan berkembang serta meningkatkan
kesejahteraan bagi pekerja dan keluarganya. Secara umum prinsip ini dapat
dilaksanakan oleh kedua belah pihak walaupun juga tidak sedikit yang gagal
melaksanakannya. 3. Partner in benefit adalah kedua belah pihak berhasil
melaksanakan kemitraan baik dalam produksi maupun tanggung jawab sehingga
tercapai tujuannya, maka patnershipnya berikutnya adalah bagi hasil atas
benefit dan keuntungan yang telah dicapai secara adil.
DAFTAR
PUSTAKA
https://spn.or.id/menciptakan-hubungan-industrial-yang-baik/
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4b82643d06be9/hubungan-industrial/
https://apindo.or.id/id/about/kelembagaan-hubungan-industrial
http://slideshare.net/patrysioketoj/pengertian-hubungan-industrial
https://id.wikipedia.org/wiki/Hubungan_industrial
http://www.hukumtenagakerja.com/perselisihan-hubungan-industrial/bentuk-bentuk-sarana-hubungan-industrial/
Komentar
Posting Komentar